Kuaci Favorit Keluarga: Kwaci Cap Gadjah
Kuaci, siapa yang tidak tahu cemilan keluarga satu ini, yang berasal dari biji bunga matahari itu yang umum. Ada beragam merk kuaci yang ada di pasaran. Tapi kuaci yang keluarga saya suka adalah kuaci dari biji semangka dan atau biji labu, bukan dari bunga matahari.
Sejak kecil orang tua saya, terutama ibu saya sering beli kuaci dari biji semangka ini. Ibu saya ternyata dikenalkan dari ibunya lagi, jadi Mbah saya sering membawa kuaci ini sebagai oleh².
Produk kuaci yang dimaksud adalah Kwaci Cap Gadjah. Sepertinya produk kuaci yang dari biji semangka yang saya tahu ya hanya dari Cap Gadjah ini.
Kemasan khas klasik Kwaci Cap Gadjah, gambar diambil dari Google
Ternyata produk Kwaci Cap Gadjah ini berasal dari Semarang, ya karena pabriknya ada di Semarang. Dan ternyata produk ini sudah ada sejak 1948.
Produk yang legendaris. Tapi dengar² produk ini sudah mulai langka di pasaran. Ada informasi bahwa kuaci Cap Gadjah bangkrut. Benarkah begitu?
Jadi ternyata, pabrik yang memproduksi kuaci ini adalah teman sekolah SMA dari ibu saya, hanya beda kelas, ibu saya di IPS sedangkan yang temannya ini di IPA.
Kebetulan ibu saya lagi nyari kuaci ini, akhirnya minta tolong teman sekolahnya mencarikan, karena nyari di toko² umum sudah gak ada yang jual. Temannya memberikan info bahwa kan yang produksi itu teman sekolah dulu.
Akhirnya ditemukanlah dengan teman lama ini dan main ke rumahnya, di sana diceritakan bahwa memang produk ini produksinya terbatas, karena keterbatasan bahan baku. Bahan baku kan bersumber dari biji buah semangka. Semangka sekarang kebanyakan dibuat sudah tanpa biji, nah inilah yang membuat produksi kesulitan mendapatkan bahan baku.
Kwaci Cap Gadjah ini diproduksi secara home industry. Dilakukan di di Jalan Gang Pinggir, kawasan Pecinan, Kota Semarang. Di sini juga terdapat tokonya, nama tokonya ya sama Toko Kwaci Cap Gadjah.
Tahun 2021 pada saat pandemi Covid19 lalu, home industry ini sempet dikatakan bangkrut. Produk kuaci di toko sudah kosong tidak ada barang. Namun kini sih perusahaan masih berjalan namun hanya produksi dalam jumlah terbatas.
Warga Semarang, terutama anak² generasi 90an pasti ngalami ngemil jajanan kuaci ini sambil main, dengan mengantongi kuacinya di saku.
Ciri khas Kwaci Cap Gadjah adalah rasanya yang gurih, asin ketika diemut kulit kuacinya. Seperti ada tepung² putih gitu. Kemudian biji semangka khas kuacinya 'gemuk', pas dibelah isinya berwarna putih.
Ilustrasi, gambar diambil dari Google
Cara makannya ada yang dikupas belah, lalu langsung makan dan ada yang dikumpulkan dulu, setelah banyak baru dimakan.
Biji Kwaci Cap Gadjah ini mudah lembab ketika ditempatkan disuhu luar atau misalnya dipegang, tapi tetap tidak mengurangi rasanya, saya selalu suka kuaci ini sampai sekarang.
Kwaci Cap Gadjah ini diproduksi secara home Made, artinya tidak menggunakan mesin sebagai alat bantu, ini yang membuatnya unik.
Tak hanya proses produksinya yang home made, pemasarannya pun dilakukan secara konvensional, utamanya menyasar toko² sekitaran Semarang.
Ciri khas Kwaci Cap Gadjah adalah gambar logo kemasannya, logo bergambar gajah Thailand.
Kwaci Cap Gadjah ini dimulai sejak tahun 1948, saat itu kuaci ini jadi makanan favorit dari orang² Thionghoa di Semarang. Dialah Sucipto Nyotowidjaja yang mengawali bisnis ini. Saat ini bisnis ini turun ke pewaris kedua.
Meski dikisahkan dibanyak tulisan media bahwa usaha ini nyaris bangkrut karena pandemi, namun informasi terakhir dari ibu saya, Kwaci Cap Gadjah ini masih ada, hanya saja jumlahnya terbatas hanya untuk lingkungan sekitar yang tahu. Kebutuhan pembelian dalam jumlah banyak pun rasanya sulit. Keterbatasan bahan baku jadi masalah utamanya saat ini.
Kalau kalian berminat pada jajanan klasik satu ini, mungkin ketika mengunjungi Semarang bisa mampir ke alamat toko Kwaci Cap Gadjah ini, tapi jangan berharap mendapatkannya dalam jumlah banyak, karena memang langkanya produk jualnya.
Segitu saja catatan nostalgia produk kuaci kesukaan saya sejak kecil hingga saat ini, saya dan keluarga memang nge-fans sama kuaci ini, emang terbaik dimasanya hingga kini. -cpr-
Leave a Comment